Jauhkan kami darinya

Renungan Hadits

Bismillahirrahmaanirrahiim

Yuk kita buka hadits Arbain An-Nawawiyah yang berjumlah 42 itu. Dalam tulisan kali ini aku akan fokus merenungi hadits no.6 dan 10.

Kita hidup ini untuk makan, atau makan untuk hidup?. He, pastinya makan untuk hiduplah ya. Kita dapat hidup sehat dan kuat dari mengkonsumsi makanan yang mengandung bermacam zat, beragam rasa, warna dan tampilan. Berarti makanan yang masuk kedalam tubuh kita, otomatis akan diolah dan menjadi daging, dan untuk keperluan metabolisme lainnya, selain itu sisa pencernaan yang sudah tidak berguna lagi dikeluarkan menjadi ampas kotoran.

Sejak bayi setiap hari sampai sekarang ini, kita terus membentuk fisik diri ini dari makanan dan minuman yang kita telan dan tegak. Sebagai umat islam kita diperintahkan untuk memakan makanan yang baik-baik, terdapat dalam QS Al-Baqarah : 172, dan QS Al-Mu’minuun : 51. Kita percaya dari makanan yang baik-baik ini, akan memproduksi energi yang baik-baik untuk aktifitas sehari-hari didalam kehidupan. Sebaliknya, jika kita memakan makanan yang telah diharamkan oleh Allah, daging yang terbentuk hasil dari produksi makanan haram ini, juga akan menyebabkan diri kita, tubuh kita mudah melakukan rangkaian kemaksiatan kepada Allah.

Hal ini sama saja bahwa, kita akan memetik apa yang kita tanam. Jika kita menanam yang baik, maka kita akan memperoleh hasil yang baik pula. Dan sebaliknya jika kita menanam keburukan, kita juga akan memperoleh hasil yang buruk itu untuk kita sendiri. Untuk itu, kita harus mulai dan konsisten memperhatikan setiap input yang masuk kedalam tubuh kita, agar output yang dihasilkan kita sesuai dengan ciri orang yang beriman.

Kita hidup bernegara dengan populasi umat Islam nomor satu terbesar didunia. Seharusnya dengan sangat mudahnya kita dapat merasakan kenyamanan dalam berbelanja produk-produk yang halal. Tetapi nampaknya, hal ini masih perlu upaya yang keras dan kesadaran yang kuat dari seluruh pihak. Disini bukan masalah hukum islam yang belum ditegakkan, tetapi ini masalah kewajiban atau amanah yang berada di pundak setiap orang sebagai pemimpin, baik bagi rakyatnya, bagi setiap orang yang dipimpinnya dan atas diri sendiri.

Aku sangat merindukan pemimpin yang benar-benar memperhatikan dan memiliki sensitivitas dalam masalah ini. Ini bukanlah masalah yang sepele, jika memang pemimpin itu terus berkoar-koar untuk membentuk masyarakat yang sejahtera, pemuda sebagai aset bangsa, dan anak bangsa yang cerdas. Bagaimana hal ini dapat terjadi, jika aset bangsa ini mengkonsumsi makanan yang tidak halal dan tidak thoyyib. Tidak thoyyib atau tidak baik, banyak mengandung zat pewarna, zat pemanis yang berbahaya bagi kesehatan karena sifatnya yang karsinogenik atau dapat menyebabkan kanker. Hal ini umum dapat mudah kita jumpai seperti ditiap jajanan didepan sekolah, yang hanya atau sama sekali tidak memiliki nilai gizi. Masih jauh sekali untuk mencapai angka kecukupan gizi untuk asupan menjadi seorang anak yang cerdas, kreatif dan terampil.

Memang semuanya akan kembali kepada diri kita masing-masing dalam memilih makanan yang hendak kita makan. Tapi, akan sangat memudahkan dan menyenangkan jika terdapat peraturan yang baku dan keras untuk hanya dapat menerima komoditas perdagangan yang halal saja. Setelah diuji oleh BPOM dan MUI, kemudian semua produk diberi label halal yang otentik, karena kini marak juga pemalsuan label halal. Kalaupun masih harus dibuka untuk makanan yang tidak halal karena mengandung bahan yang diharamkan, seperti babi dan alkohol, barang-barang ini diperjualbelikan secara terpisah, toko terpisah atau deretan rak atau box yang terpisah dan terdapat keterangan yang sangat jelas, bahwa ada perbedaan yang sangat terang, kalau ini bahan makanan yang halal dan yang ini bahan makanan yang haram. Agar, saudara kita yang masih memerlukan makanan itu juga tetap dapat menikmatinya.

Aku teringat saat aku jajan di Chinatown KL malam hari itu, aku hendak membeli kue yang wanginya tercium sangat lezat. Tetapi saat aku hendak memesan, penjual keturunan Cina itu mengatakan dengan ramah kalau kue ini tidak halal untukku. Dia tahu kalau aku seorang muslim dari identitas jilbabku, maka dengan penuh kesadaran dan moral sangat baik yang dimilikinya dia menginformasikan hal ini, tak peduli kalau itu artinya sama saja dengan berarti aku tidak jadi membeli jualannya. Disini ada hal-hal yang jauh lebih dijunjung tinggi, dari sekedar keuntungan materi, dari sekedar nafsu untuk mencicipi makanan. Aku berterima kasih pada engko karena sudah menjauhkan aku dari haram itu.

Ini untuk mengingatkan kita kembali dan lagi, karena terlalu seringnya kita lupa akan hal yang sangat mutlak ini. Bahwa didalam jasad itu terdapat segumpal daging, bila ia baik maka baiklah seluruh jasad itu, dan bila ia rusak maka rusaklah pula seluruh jasad, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati (hadits no.6). Kita akan mendapat daging hati yang baik itu, berasal dari makanan yang halal dan thoyyib.

Saat keadaan hati kita sudah baik seperti ini, maka kekhusyukkan beribadah dan pengabulan setiap kali kita memanjatkan doa akan lebih didengar dan diijabah oleh Allah. Kita tidak perlu resah dan gelisah lagi akan cerita Rasulullah di hadits no.10, yang menceritakan tentang seseorang yang menadahkan kedua tangannya ke langit, seraya berdoa,”Ya Rabb, Ya Rabb.” Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan perutnya diisi dengan makanan yang haram, maka bagaimana mungkin doanya dapat dikabulkan? (HR. Muslim).

1 responses to “Jauhkan kami darinya

Tinggalkan komentar